perubahan iklim

2020: Tahun Terpanas dalam Sejarah Perubahan Iklim

perubahan iklim

Akibat perubahan iklim, beberapa waktu terakhir cuaca sangat terik di Indonesia. Akan tetapi Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang merasakan hal tersebut.

Climate Central menemukan data melalui NOAA dan NASA bahwa 2020 adalah tahun terpanas dalam sejarah perubahan iklim. Suhu tahunan hingga saat ini adalah 2,45O F di atas garis dasar 1881-1910 dimana hal ini mendekati level dari rekor tahun 2016.

Pandemi sebenarnya membuat sejumlah negara memberlakukan pembatasan sosial secara besar-besaran yang berakibat pada sejumlah pabrik sebagai produksi emisi berhenti beroperasi. Meskipun pandemi sejak Desember 2019 telah menghentikan produksi emisi gas rumah kaca, bumi tidak dapat menghindar dari fluktuasi iklim akibat el Nino dan La Nina termasuk juga efek dari gas rumah kaca. Climate Central mengatakan bahwa pemanasan akan terus berlanjut selama kita mengeluarkan gas rumah kaca.

Agaknya, pandemi bukan penghalang pemanasan global. Hal yang perlu disoroti adalah awal yang sangat panas tahun ini dilakukan tanpa adanya el Nino. Pemanasan perairan Samudera Pasifik Khatulistiwa memberikan peningkatan suhu global pada tahun 2016 untuk tahun terpanas dalam sejarah. Efek la Nina, musim dingin di Pasifik tropis yang terjadi tahun ini juga tak berdampak signifikan pada kenaikan suhu yang terjadi.

Meskipun catatan iklim adalah tolok ukur yang berfungsi untuk menyoroti kasus pemanasan global ini, perubahan suhu, es di laut, dan faktor iklim lainnya dari waktu ke waktu jauh lebih berpengaruh dibandingkan jika tiap tahun membuat rekor baru.

Badan analisis Carbon Brief mengumpulkan data dari enam lembaga yang memantau suhu permukaan bumi dan menyimpulkan bahwa 2020 adalah tahun terpanas dalam sejarah. Sejak 1970, suhu permukaan bumi rata-rata mencapai 0,90 Celcius, lebih tinggi 0,10 Celcius dari suhu tahun 2018.

Data diolah dari stasiun pemantauan National Aeronautics and Space Administration (NASA), European Temperature Monitoring Agency (Hadley), National Institute of Atmospheric and Sea Level (NOAA), Berkeley Center for Atmospheric Sciences, British Cowtan & Way Atmospheric Monitoring Agency, dan atmosfer Copernican. Lembaga ini mencatat suhu permukaan antara 0,58-0,630 C sepanjang tahun ini.

perubahan iklim

Artikel Climate Central menyimpulkan bahwa, “Pemanasan akan terus berlanjut selama kita mengeluarkan gas rumah kaca”. Sehingga pandemi dan la Nina tak bisa mencegah suhu bumi menghangat yang memecahkan rekor baru sejak 1800.

Sedangkan analisis dari Carbon Brief, tiga gas rumah kaca setidaknya menjadi penyebab utama pemanasan global tahun ini. Ketiga gas tersebut adalah 50% karbondioksida (CO2) yang menghasilkan radiasi panas, 29% metana (CH4) dan 5% oksida nitrat (N2O). 16% sisanya berasal dari karbon monoksida, karbon hitam dan hidrokarbon terhalogenasi, termasuk klorofluorokarbon (CFC) atau freon.

perubahan iklim

Ketiga gas ini memicu konsentrasi efek rumah kaca di atmosfer pada Juni 2020 melonjak hingga 420 bagian per juta. Angka ini sudah dua kali lipat emisi pada tahun Revolusi Industri dimulai pada 1750. Dalam 10.000 tahun terakhir, konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer bumi telah stabil pada 280 ppm. Para ahli memperkirakan jika gas rumah kaca di atmosfer mencapai 450 ppm, maka suhu bumi akan naik 1,500 Celcius.

Setelah stabil dan meningkat sejak 1999, konsentrasi CH4 di atmosfer mulai meningkat kembali pada tahun 2006. Konsentrasi metana telah meningkat sejak 2014, dengan peningkatan linier sekitar 8 bagian per miliar per tahun.

Tidak seperti CO2 dan N2O, dan CH4 memiliki umur atmosfer yang relatif pendek dan tidak akan terakumulasi di atmosfer dalam waktu yang lama. Artinya, dalam dekade terakhir, metana di atmosfer sebanding dengan tingkat emisi.

Apabila emisi stabil, CH4 di atmosfer juga akan tetap stabil. Pada saat yang sama, jika CO2 dan N2O stabil, konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer akan meningkat. Tetapi pada tahun 2020, ketiga gas rumah kaca ini akan meningkat secara bersamaan.

grafik nasa

Meskipun seiring berjalannya waktu, melalui interaksi dengan molekul OH, kemampuan atmosfer untuk menghilangkan metana akan mengalami beberapa perubahan yang kompleks, peningkatan jumlah gas ini sangat besar, sehingga emisi global juga meningkat.

Menurut analisis Carbon Brief, karena fenomena La Niña dimulai di seluruh permukaan bumi, suhu bumi bisa turun pada bulan Desember. Namun, efek pendinginan suhu bumi baru akan terasa dalam tiga bulan ke depan, karena efek pendinginan lebih lambat dibandingkan efek pemanasan akibat fenomena El Niño. Sehingga menurut Carbon Brief tahun 2021 suhu bumi akan lebih dingin.

Data suhu ini menunjukkan bahwa pemanasan global buatan manusia sangat nyata adanya. Target penurunan emisi negara-negara anggota PBB semakin menghadapi tantangan berat. Jika kita berkomitmen untuk mencegah kenaikan suhu 1,50 C pada tahun 2030, maka hal ini harus ditanggapi dengan serius.

Berikut beberapa statistik data perubahan iklim untuk tahun ini dari Climate Central:

  • Tahun ini ‘hampir pasti’ akan menjadi tahun terpanas dalam catatan 140 tahun.
  • Menurut World Meteorological Organization, lima tahun ke depan mungkin tetap setidaknya 10 C di atas tingkat pra-industri dan bahkan mendekati batas 1,50 C.
  • 2020 memiliki peluang 36% untuk melampaui 2016 sebagai rekor tahun terpanas, bahkan tanpa adanya el Nino.
  • Pada 20 Juni lalu, suhu di dekat kutub tepatnya Siberia rekor mencapai 100,40 F yang dikonfirmasi oleh layanan meteorologi Rusia
  • Es laut Arktik berada pada rekor terendah: Rata-rata cakupan es laut Arktik untuk bulan September menempati urutan kedua terkecil dalam catatan. Pada tanggal 15 September, es laut menutupi hanya 1,44 juta mil persegi Kutub Utara, luas minimum terkecil kedua dalam catatan setelah 17 September 2012. 14 luasan minimum tahunan terkecil telah terjadi dalam 14 tahun terakhir.
  • Sejauh ini, periode dengan rekor tertinggi untuk beberapa: Eropa, Asia, dan Teluk Meksiko mengalami periode terpanas Januari-September; Amerika Selatan dan kawasan Karibia memiliki yang tertinggi kedua. Tidak ada wilayah daratan atau lautan yang memiliki periode suhu yang mencapai rekor dingin.

Ditulis oleh Khofifah Noviarianti Sumber data:

Carbon Brief menggunakan highcharts data dari  NASA GISTEMP, NOAA GlobalTemp, Hadley/UEAHadCRUT4, Berkeley Earth, Cowtan and Way, dan Copernicus/ECMWF.

National Centers for Environmental Informations (NCEI) report.

**

Baca juga artikel-artikel ESGI lainnya:

  1. Emisi Gas Karbon Rantai Pasokan dan 8 Bentuk Solusinya 
  2.