Pernahkah kita mendapatkan pertanyaan “So What?” pada proses penulisan penelitian, sehingga kita pun terpaksa berhenti? Pertanyaan ini layaknya batu raksasa yang terlalu besar untuk dipindah, namun kita sudah terlalu jauh untuk kembali dari nol. Lantas, apa yang harus kita lakukan?
Pada fase awal penulisan penelitian, kita akan selalu dihadapi dengan proses pencarian puzzle atau masalah. Proses ini yang akan mengantarkan kita pada tujuan atau alasan utama mengapa masalah terkait menarik untuk diteliti. Namun, tidak jarang juga terjadi bahwa kita akhirnya menemukan beberapa anomali pada bobot tulisan kita. Bahkan, kita pun merasa kekuatan penulisan ini pudar setelah mendapatkan pertanyaan dari dosen berupa, “So what?“.
Dari pertanyaan ini, seakan-akan penulisan kita telah kehilangan tujuan dan alasannya. Skenario terburuknya adalah kita merasakan demotivasi, kehilangan arah, dan munculnya rasa malas untuk melanjutkan. Lantas, apa yang bisa kita lakukan untuk menghindari ini?
Secara umum, banyak dari kita memilih topik penulisan disebabkan oleh munculnya fenomena dan masalah yang menarik. Sehingga inisiatif muncul oleh keinginan subjektif kita untuk mendalami fenomena yang terkait. Hal ini tentunya tidak salah dalam fase penulisan penelitian. Karena penulisan harus selalu diawali oleh keinginan subjektif kita sendiri yang ingin berusaha menyingkap pertanyaan dibalik sebuah fenomena.
Namun, hal ini saja tidak cukup.
Mengacu pada Jess Calarco, seorang profesor sosiologi yang menulis buku berjudul A Field Guide to Grad School: Uncovering the Hidden Curriculum, hal di atas merupakan fase yang belum tuntas. Observasi memang langkah awal kita dalam mencari permasalahan dalam penelitian. Namun hal ini harus diiringi dengan beberapa proses lanjutan. Karena jika sebuah fenomena yang menurut subjektif kita menarik, namun sudah dapat dijelaskan implikasinya melalui teori, maka hasil penulisan kita hanya akan bersifat eksplanatif, informatif, atau deskriptif.
Hal ini tentunya berbeda dengan sifat penelitian yang harus meletakkan proses analisa dalam penulisannya.
Calarco juga berpendapat bahwa hal ini turut menyebabkan banyak dari kita merasa berat jika ditabrakan dengan pertanyaan “So what?”. Padahal sebenarnya, pertanyaan ini memaksa kita untuk berpikir lebih jauh. Calarco mengatakan bahwa sebuah tema penulisan tersebut masih memiliki potensi untuk digali lebih dalam dan lebih kritikal. Sehingga, akan menemukan masalah sederhana namun spesifik untuk pertanyakan.
Untuk menemukan masalah sederhana namun spesifik tersebut, Profesor Calarco pun merekomendasikan penggunaan metode literature review. Namun, apa sih literature review ini?
Bersusah untuk Mudah: Literature Review
Literature review adalah sebuah tulisan ringkasan dari setiap bacaan jurnal maupun penelitian yang memiliki permasalahan, objek, maupun teori yang hampir serupa dengan penelitian kita. Sehingga, kita bisa memposisikan tulisan kita dengan tulisan-tulisan terdahulu. Literature review dapat digunakan baik untuk mempermasalahkan tulisan-tulisan sebelumnya, maupun untuk menemukan posisi sejauh mana dan di mana tulisan kita berada pada khazanah keilmuan yang terkait.
Sebagai contoh, kita ingin membuat penelitian mengenai Industri fashion di Indonesia yang bersifat tidak berkelanjutan. Kita melihat bahwa industri ini memiliki masalah berupa produk yang dihasilkan hampir memiliki sifat yang sangat tidak berkelanjutan. Namun, tentu saja jika hanya menggunakan tema ini sebagai pembahasan keseluruhan penelitian, maka tulisan ini akan berbentuk seperti investigasi dan bersifat eksplanatif atau informatif. Sebagai solusinya, kita harus mencari sebuah teori yang mampu membantu kita dalam proses analisa permasalahan. Hal ini dapat dilakukan melalui menulis literature review melalui jurnal-jurnal maupun skripsi terdahulu yang membahas permasalahan yang sama.
Melalui literature review, kita bisa melihat berbagai macam teori maupun perspektif yang telah digunakan untuk membahas masalah fashion di Indonesia. Selain teori yang digunakan, kita juga mampu melihat variasi metode penelitian, periode penelitian, maupun gagasan utama penulisan. Tentunya, hal ini akan memberikan kita gambaran mengenai bagaimana bentuk tulisan-tulisan sebelumnya yang memiliki tema yang sama dengan apa yang akan kita bahas.
Sebenarnya, Literature Review tidak memiliki aturan dan format baku. Namun secara umum, proses literature review yang dapat dilakukan adalah antara lain:
- Memilih kata kunci dalam kulisan Kita. Contoh, jika kita ingin membahas mengenai industri fashion di Indonesia yang tidak berkelanjutan, maka kita bisa menggunakan kata kunci “Fashion Industry”, “Unsustainable Fashion Industry”, atau “Devastation of Fashion Industry”. Kata kunci ini bisa kita gunakan dalam mencari penulisan terdahulu di laman pencarian akademik seperti google scholars dan portal akademik lain dengan kata kunci tambahan, seperti “pdf” atau ” –research“.
- Mengumpulkan penelitian yang memiliki kata kunci yang sama. Jika kita menemukan penelitian yang memiliki kata kunci yang serupa dengan yang kita miliki, maka ada baiknya penelitian-penelitian tersebut dikumpulkan terlebih dahulu. Hal ini akan memudahkan kita pada proses penulisan ringkasan literatur berikutnya.
- Mengelompokkan penelitian-penelitian terdahulu ke dalam kelompok yang sama. Hampir bisa dipastikan penelitian-penelitian ini berasal dari departemen ilmu yang berbeda maupun dari perskepektif atau teori yang bervariasi. Namun, bukan berarti penelitian tersebut tidak memiliki insight atau wawasan yang kita butuhkan. Sehingga, akan lebih baik jika kita mengelompokkan tulisan-tulisan tersebut sesuai dengan cabang ilmu, tema, periode, maupun perspektif yang sesuai.
- Menulis ringkasan literatur (literature review) mengenai permasalahan, teori yang digunakan, variabel, serta kesimpulan. Dari masing-masing penelitian terdahulu yang telah kita kumpulkan, kita harus meringkas dan memecah penulisan tersebut menjadi beberapa bagian. Hal ini ditujukan untuk memahami apa saja teori yang digunakan, apa saja variabel yang mampu diidentifikasi, dan hasil temuan apa yang berhasil dicapai dalam masing-masing penelitian. Melalui hal ini, kita akan memahami berbagai macam gagasan, metode penelitian, teori, dan sebagainya dari penulisan-penulisan terdahulu.
- Mencari kelebihan maupun kekurangan dari penulisan terdahulu. Dengan mencari tahu kelebihan maupun kekurangan dari penulisan sebelumnya, kita dapat mengetahui poin-poin apa saja yang perlu untuk ditingkatkan, atau justru ditinggalkan. Hal ini akan meningkatkan kekuatan dan signifikansi kekuatan tulisan ilmiah kita.
Dengan berhasil memposisikan tulisan kita, maka kita akan memiliki signifikansi pada penelitian terkait yang akan kita tulis. Kita akan memiliki alasan yang kuat mengapa fenomena, teori, dan permasalahan pada fenomena bisa diangkat menjadi sebuah penelitian.
Dan hal yang harus selalu diingat adalah tujuan penelitian kita tidak ditujukan untuk menjawab permasalahan dunia: sejatinya, penulisan yang baik adalah yang mampu berkontribusi pada khazanah keilmuan. Menambah argumentasi, perputaran pikiran, dan temuan-temuan sederhana yang terus mendorong perubahan dan inovasi.
Sebagai jawaban, merasa stuck dari pertanyaan “So What” bukan mengindikasikan bahwa tulisan kita bermasalah. Hanya saja, masih terdapat beberapa proses yang butuh untuk dilakukan untuk memperkuat posisi, bobot pertanyaan, serta kekuatan gagasan dari tulisan kita. Hal ini tentunya akan bermanfaat baik untuk kemudahan dalam proses penulisan, maupun saat ujian sidang kita nanti. Baca juga Penelitian Kualitatif & Kuantitatif: Apakah Pembedanya?